I.
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Minyak Kelapa Sawit
Nama ilmiah dari
kelapa sawit adalah Elaeis guinensis Jack. Kelapa sawit berasal dari Nigeria
dan Afrika Barat, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal
dari Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal itu dikarenakan kelapa sawit lebih
banyak ditemukan di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya
tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia,
Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Fauzi, 2002).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera
Minyak sawit
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Dari
aspek ekonomi, harganya relatif murah, selain itu komponen yang terkandung di
dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam. Dari aspek kesehatan yaitu
kandungan kolesterolnya rendah. Saat ini, telah banyak pabrik yang memproduksi
minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit dengan kandungan kolesterol yang
rendah (Fauzi, 2002). Minyak sawit
digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk
membuat kue-kue.
Sebagai bahan
pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lainnya,
yaitu mengandung karotein
yang diketahui
berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai
sumber
vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan
linolenatnya
rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari minyak sawit memiliki
kestabilan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak
sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng
dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi, 2002).
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali,
sehingga mudah dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk
pelumas mesin dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein
yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding
dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan
baku industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit,
seperti karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya.
Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian kulit atau sabut buah
tersebut disebut minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) dan
dari bagian biji buah disebut Palm Kernel Oil (PKO). Kedua jenis minyak mentah
tersebut masih mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, pospat,
pigmen, bau, air dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit
ini dilanjutkan dengan proses bleching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang
bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa
disebut refined, bleached and deodorized (RBD) stearin dan olein. (Amang, 1996,).
II.2 Minyak Goreng Curah
Minyak curah itu
adalah sebutan untuk minyak goreng tanpa merek, dan biasanya penjualannya bisa
dimulai dari 1/4 liter. Warnanya berbeda dengan minyak goreng bermerek yang
lebih jernih dibanding minyak goreng curah. Dari segi kandungan minyak curah
kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak
kemasan, namun tidak ada masalah menggunakan minyak curah, asalkan tidak
berlebihan dan tidak digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat
pekat hingga kehitam-hitaman karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan
sangat tidak baik bagi kesehatan.
Sekedar diketahui, minyak curah hanya mengalami penyaringan sampai tahap olein.
Dan masih mengandung soft stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Minyak sawit asam lemak bebas (FFA)
0,1%, selain itu tingkat sanitasi dan
kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek, minyak curah yang bening dan bersih
tidak mengandung antioksidan (Rosiani, 2008).
Minyak curah
hanya mengalami penyaringan sampai tahap olein. Dan masih mengandung soft
stearin (minyak fraksi padat) pada tingkat tertentu. Minyak curah biasanya
lebih keruh dibandingkan minyak bermerek. Selain itu tingkat sanitasi dan
kebersihannya kurang baik, tidak sebersih minyak bermerek. Minyak curah yang
bening dan bersih sebenarnya lebih aman karena tidak mengandung antioksidan.
Kandungan minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam
oleat dibanding minyak kemasan. Minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan
kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan (Pandiangan, 2007).
Minyak goreng
curah biasanya memiliki warna yang lebih keruh. Minyak goreng curah ini tidak
digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga
kehitam-hitaman. Karena pemakaian berulang-ulang pada minyak makan, sangat
tidak baik bagi kesehatan. Selain itu minyak goreng yang sering digunakan
secara berkali-kali sampai minyaknya berubah warna menjadi hitam, kondisi ini
tidak membahayakan kesehatan hanya membuat nilai gizi makanan yang digoreng
menjadi turun dan mempengaruhi rasa (Bundakata, 2012).
II.3 Asam Lemak Bebas
ALB
atau "asam lemak bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah
asam lemak bebas yang ada di dalam lemak atau jumlah
yang
menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang
terdapat
dalam lemak setelah lemak tersebut di hidrolisa.
tujuan analisa
angka asam atau bilangan saponifikasi adalah sebagai
indikasi untuk
mengetahui seberapa besar lemak yang dianalisa,
sedangakan tujuan total FFA (untuk bidang industri sabun) adalah mengukur
seberapa besar efisiensi reaksi yang dilakukan (yield reaksi) ingat FFA
berhubungan dengan banyaknya asam lemak yang terdapat dalam fat/setelah
dihidrolisa sehingga bisa dikorelasikan dengan banyaknya sabun yang terbentuk (Anonim, 2011d).
Asam lemak bebas
merupakan hasil degradasi
dari trigliserida sebagai akibat dari kerusakan minyak. Selain itu, asam
lemak bebas juga merupakan asam yang dibebaskan dari proses hidrolisis dari
lemak. Asam lemak bebas ini biasanya ditemukan dalam sel dalam jumlah yang
besar (Fauziah, 2011).
Menentukan angka penyabunan,
asam lemak dan asam lemak bebas dari minyak (sampel) dengan menggunakan NaOH
dalam Alkohol dapat membentuk sabun. Fungsi penambahan alkohol adalah untuk
melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa
alkali. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan minyak, sehingga
alkohol yang digunakan konsentrasinya berada dikisaran 95-96%. Fungsi pemanasan
(refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak tersebut
bereaksi
dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol
larut
(Wahyuni, 2012).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui
kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat
dipergunakan
untuk mengukur dan mengetahui
jumlah asam lemak bebas dalam suatu
bahan atau sampel. Semakin besar
angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin
tinggi, besarnya asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel
dapat diakibatkan dari proses
hidrolisis ataupun karena
proses pengolahan yang kurang baik.
Sampel yang dipergunakan pada saat praktikum ditimbang dalam keadaan cair,
sehingga sampel terlebih dahulu dicairkan, proses pencairan dilakukan untuk mempermudah proses titrasi selanjutnya,
karena apabila sampel dalam keadaan padat akan menyulitkan proses titrasi
selanjutnya. Dengan pengecilan ukuran,
maka asam lemak yang
terkandung dalam bahan akan
lebih banyak keluar
daripada sampel dalam keadaan padat. Setelah proses penimbangan selesai,
selanjutnya adalah penambahan pelarut. Pelarut yang dipergunakan dalam praktikum penentuan
kadar asam lemak
bebas adalah alkohol dalam kondisi panas dan netral (Fauziah, 2011).
Alkohol dalam kondisi yang panas akan lebih baik dan cepat
melarutkan sampel yang juga nonpolar dan
kondisi netral dilakukan agar data akhir yang diperoleh benar-benar tepat.
Jika kondisi alkohol yang
dipergunakan tidak netral,
maka hasil titrasi asam-basa menjadi tidak sesuai atau salah. Dalam memanaskan
alkohol, dilakukan dengan menggunakan penangas air, hal ini dilakukan karena
titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Proses penetralan alkohol
dilakukan dengan tes kualitatif menggunakan indikator pH universal. Apabila
kondisi alkohol terlalu asam,
maka perlu dilakukan dengan penambahan basa lemah.
Apabila kondisi alkohol
terlalu basa, maka
penambahan asam lemah perlu dilakukan. Pada titrasi dengan menggunakan
NaOH 0,1 N dan indikator yang dipakai adalah phenolphtalein (PP), saat penambahan PP larutan berubah warna
menjadi merah muda, padahal seharusnya larutan tidak berwarna, hal ini
disebabkan terjadi kesalahan, yaitu alkohol yang dipergunakan dalam titrasi
tidak dalam kondisi netral, hal ini menyebabkan
nilai yang diperoleh
menjadi tidak benar dan jauh dari data yang kedua. NaOH 0,1 N sebelumnya sudah
distandardisasi menggunakan asam oksalat, titik akhir dari titirasi dicapai
saat larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda (Julisti, 2010).
II.4
Indikator Phenolphthalein
(pp)
Titrasi asam
basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivale.
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalent ini
maka proses titrasi dihentikan. Untuk mengetahui titik ekivalen, dapat
digunakan indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga
tiga tetes. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan
warna indikator disebut sebagai titik
akhir titrasi (Anonim, 2010a).
II.5 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium
hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida,
adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida
basa natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan
alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH digunakan di berbagai
macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi
bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium
hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium hidroksida ini bersifat
lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga
larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini
lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan
pelarut non-polar
lainnya (Newbieboy, 2011).
lainnya (Newbieboy, 2011).
II.6 Alkohol
Alkohol sering dipakai untuk
menyebut etanol, yang juga disebut
grain alcohol dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol.
Hal ini disebabkan karena memang etonal yang
digunakan sebagai
bahan
dasar pada minuman tersebut, bukan etanol, atau grup alkohol
lainnya. Isomer
fungsi disebut alkohol dan eter, karena kedua senyawa
tersebut memiliki rumus molekul sama
tetapi gugus fungsinya berbeda.
Karena gugus
fungsi alkohol dan eter
berbeda maka sifat-sifat alkohol dan eter sangat
berbeda. Salah satu perbedaan alkohol dengan eter yaitu,
Zat
cair (Anonim, 2010b).
Alkohol adalah kelompok
senyawa yang mengandung satu atau lebih gugus fungsi hidroksil (-OH) pada suatu senyawa alkana. Alkohol dapat dikenali
dengan rumus umumnya R-OH. Alkohol merupakan salah satu zat yang penting dalam
kimia organik karena dapat diubah dari dan ke banyak tipe senyawa lainnya.
Reaksi dengan alkohol akan menghasilkan 2 macam senyawa. Reaksi bisa
menghasilkan senyawa yang mengandung ikatan R-O atau dapat juga menghasilkan
senyawa (Anonim, 2012c).
Fungsi penambahan alkohol adalah
untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan
basa alkali. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan minyak,
sehingga alkohol yang digunakan konsentrasinya berada dikisaran 95-96%. Fungsi
pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak
tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol
(etanol) larut seutuhnya (Wahyuni,
2012).
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Aplikasi Teknik Laboratorium tentang Analisa Asam Lemak Bebas dilaksanakan pada
hari Rabu, November 2014,
pukul 08.00-12.00 WITA di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu
Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
III.2
Alat Dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam praktikum Analisa Kadar asam Lemak adalah sebagai berikut.
-
erlenmeyer 250 ml
-
alat penangas
-
timbangan analitik
-
batang pengaduk
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Analisa Kadar asam Lemak adalah
sebagai berikut.
-
minyak curah
-
minyak sawit
-
indikator pp
-
NaOh 0,1 N
-
Alkohol 96%
III.3 Prosedur Praktikum
Prosedur
praktikum analisa kadar asam lemak bebas adalah sebagai berikut
1.
Sampel
ditimbang sebanyak 5 gram.
2.
Sampel dimasukkan
ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alkohol netral.
3.
Dipanaskan
hingga mendidih.
4.
Setelah
sampel dingin ditambahkan 2 ml indikator pp dan titrasi dengan larutan 0,1 N
NaOH yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak
hilang selama 30 detik.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Hasil dari praktikum analisa asam lemak bebas adalah sebagai berikut
Tabel 25 Hasil Pengujian asam lemak bebas
Kelompok
|
% FFA ( Freea Fatty Acid)
|
|
Minyak Curah
|
Minyak Sawit
|
|
Satu
|
0.392%
|
0.163%
|
Dua
|
0.353%
|
0.163%
|
Tiga
|
0.286%
|
0.247%
|
Empat
|
0.204%
|
0.199%
|
Lima
|
0.399%
|
0.337%
|
Sumber: Data Sekunder Hasil Praktikum
Aplikasi Teknik Laboratorium, 2014-12-09
IV.2 Pembahasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar