II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pepaya (Carica Papaya L)
Pepaya (Carica
papaya L.), atau
betik adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian
selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini
menyebar luas dan banyak ditanam di seluruh daerah tropis untuk
diambil buahnya. C. papaya adalah satu-satunya jenis dalam genus Carica. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil
dari bahasa Belanda, "papaja", yang pada gilirannya juga
mengambil dari nama bahasa Arawak,
"papaya". Dalam bahasa Jawapepaya
disebut "katès" dan dalam bahasa Sunda "gedang".
Buah pepaya dimakan dagingnya, baik ketika muda maupun masak. Daging buah muda
dimasak sebagai sayuran (dioseng-oseng). Daging buah masak dimakan segar atau
sebagai campuran koktail buah. Pepaya
dimanfaatkan pula daunnya sebagai sayuran dan
pelunak daging. Daun pepaya muda dimakan sebagai lalap (setelah dilayukan
dengan air panas) atau dijadikan pembungkus buntil. Oleh orang Manado, bunga pepaya
yang diurap menjadi sayuran yang
biasa dimakan. Getah pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, danbuah) mengandung enzim papain, semacam protease, yang dapat
melunakkan daging dan
mengubah konformasi protein lainnya.
Papain telah diproduksi secara massal dan menjadi komoditas dagang. Daun pepaya
juga berkhasiat obat dan perasannya digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk menambah nafsu makan (Anonim, 2011).
Disamping gizinya yang tinggi, pepaya
adalah buah yang memiliki kandungan tinggi antioksidan. Ini termasuk vitamin C,
flavonoid, folat, vitamin A, mineral, magnesium, vitamin E, kalium, serat dan
vitamin B. Antioksidan memerangi radikal bebas dalam tubuh dan menjaga kesehatan
sistem kardiovaskular dan memberikan perlindungan terhadap kanker usus besar (Superkunam,2010)
Menurut
Superkunam (2010) klasifikasi pepaya adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super
Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Ordo
: Violales
Spesies
: Carica pepaya L.
B. Pektin
Pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan α -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada
polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus
metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat
ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang
terjadi pada pembuatan selai. Pada asam pektat, gugus karboksil asam
galakturonat dalam ikatan polimernya tidak teresterkan. Asam pektat dalam
jaringan tanaman terdapat sebagai kalsium (Ca) atau magnesium
pektat (Rouse, 1997).
pektat (Rouse, 1997).
Senyawa pektin menurut Caplin (2004), dapat dibagi empat yaitu :
a. Protopektin
Protopektin adalah senyawa pektin yang
tidak larut dalam air, dapat dihidrolisa menjadi pektin dan asam pektinat.
b. Asam pektinat
Asam pektinat adalah senyawa pektin asam
poligalakturonat yang mengandung metil ester.
c. Pektin
Pektin adalah senyawa pektin asam
poligalakturonat yang
mengandung 3-16% gugus metoksi, dapat larut dalam air, membentuk jelly dengan gula dalam suasana asam.
mengandung 3-16% gugus metoksi, dapat larut dalam air, membentuk jelly dengan gula dalam suasana asam.
d. Asam pektat
Asam pektat adalah senyawa pektin yang
tidak mengandung gugus metilester dan terdapat pada buah yang terlalu matang
serta sayuran busuk.
Pektin mempunyai sifat terdispersi dalam air, dan seperti halnya asam
pektat. Dalam bentuk garam, pektin berfungsi dalam pembuatan jeli dengan gula
dan asam. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang
sebagian besar gugusan karboksilnya bebas tidak teresterkan. Pektin dengan
metoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua. Untuk
membentuk gel pektin, harus ada senyawa pendehidrasi (biasanya gula) dan harus
ditambahkan asam dengan jumlah yang cocok (Caplin,2004).
Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai.
Jumlah pektin yang ideal untuk pembentukan gel
berkisar 0,75%-1,5%. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi
pektin 1% sudah sudah dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang
baik (Lisdiana,1997)
berkisar 0,75%-1,5%. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi
pektin 1% sudah sudah dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang
baik (Lisdiana,1997)
C. Ekstraksi
pektin
Pemisahan pektin dari jaringan tanaman dapat dilakukan dengan cara
ekstraksi. Pektin dapat larut dalam beberapa macam pelarut seperti air,
beberapa senyawa organik, senyawa alkalis, dan asam. Dalam ekstraksipektin
terjadi perubahan senyawa pektin yang disebabkan oleh proses hidrolisis
protopektin. Proses tersebut menyebabkan protopektin berubah menjadi pektinat
(pektin) dengan adanya pemanasan dalam asam pada suhu dan lama ekstraksi
tertentu. Apabila proses hidrolisis dilanjutkan senyawa pektin akan berubah
menjadi asam pektat (Muhidin,1995).
Pektin dibentuk oleh satuan-satuan gula dan asam galakturonat yang lebih
banyak dari pada gula sederhana, biasanya terdapat pada buah-buahan serta
sayuran. Pektin larut dalam air, terutama air panas, sedangkan dalam bentuk
larutan koloidal akan berbentuk pasta. Jika pektin dalam larutan ditambah gula
dan asam akan terbentuk gel. Prinsip inilah yang digunakan dalam pembentukan
gel pada pembuatan selai dan jelli buah-buahan. Berikut cara ekstraksi
pektin menurut Arie (2011) yaitu :
1. Persiapan bahan.
Pada tahap persiapan bahan ini dilakukan perlakuan pencucian untuk
menghilangkan kotoran, senyawa gula, dan bahan padat terlarut lainnya. Selain
itu proses ini bertujuan untuk proses inaktivasi enzim pektin esterase yang
dapat menghidrolisis pektin menjadi pekat. Pada tahap ini dicuci dengan dengan
air dingin dan air dingin ini harus selalu diganti agar pencucian dapat
berhasil baik. Bila bahan tidak dicuci, senyawa gula yang tertinggal akan
menyebabkan terbentuknya jelly atau pektin kering yang diperoleh memiliki sifat
higroskopis. Selain itu tahap ini juga dapat dijalankan dengan pemanasan, dan
pengupasan. Proses ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan pigmen,
senyawa gula, dan kotoran-kotoran.
2. Ekstraksi pektin
Proses pengeluaran pektin dari sel pada jaringan tanaman. Ekstraksi
pektin dengan larutan asam dilakukan dengan cara memanaskan
bahan dalam larutan asam encer yang berfungsi untuk menghidrolisis
protopektin menjadi pektin. Ekstraksi ini dapat dilakukan dengan
asam mineral seperti asam klorida atau asam sulfat. Makin tinggi suhu
ekstraksi, makin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan
hasil yang maksimum. Tapi dalam hal ini faktor keasaman yang
digunakan tidak bisa diabaikan. Kisaran pH yang dirokemendasikan 1,5 - 3,0
tetapi pH kisaran pada pH 2,6 - 2,8 lebih sering dipakai.
3. Pengendapan
Pengendapan merupakan proses pemisahan pektin dari larutan dengan cara
pengendapan senyawa pektinnya. Biasanya dilakukan dengan spray
drying, salting out dan dengan penambahan bahan
pelarut organik seperti alkohol dan aseton. Spray drying jarang
dilakukan karena mahal. Pengendapan dengan salting out juga
tidak banyak dilakukan karena kesulitan untuk memisahkan pektin yang
dihasilkan dan garam yang digunakan. Pengendapan dengan alkohol merupakan
cara yang pertama kali digunakan, menghasilkan pektin yang kurang murni
karena alkohol tidak hanya mengendapkan pektin, tetapi juga senyawa lain
seperti dekstrin dan hemiselulosa. Pengendapan dengan aseton lebih disuka
karena dapat membentuk endapan yang tegar sehingga mudah dipisahkan dari
asetonnya.
4. Pemurnian dan pengeringan
Proses ini dimaksudkan agar pektin yang dapat bebas dari senyawa lain.
Pencucian ini dengan aseton, kemudian dihaluskan dan diayak untuk mendapat
serbuk pektin
D. Sumber Pektin
Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman,
khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa pektin berfungsi
sebagai perekat antara dinding sel satu dengan yang lain. Pektin terdapat
pada buah-buahan dan sayuran seperti buah tomat, pepaya, nenas, apel dan
wortel. Pektin di bentuk oleh satuan gula dan asam galakturonat yang lebih
banyak dari pada gula sederhana, biasanya terdapat pada buah serta sayuran.
Pektin larut dalam air, terutama air panas, sedangkan dalam bentuk larutan
koloidal akan berbentuk pasta. Jika pektin dalam larutan ditambah gula dan asam
akan terbentuk gel.
Prinsip inilah yang digunakan dalam pembentukan gel pada pembuatan selai dan jelli buah-buahan. Contoh proses ekstraksi pektin pada kulit buah tomat dan pepaya (Anonim, 2011).
Prinsip inilah yang digunakan dalam pembentukan gel pada pembuatan selai dan jelli buah-buahan. Contoh proses ekstraksi pektin pada kulit buah tomat dan pepaya (Anonim, 2011).
E.
Sifat Fisika dan Sifat Kimia Pektin
Pektin adalak zat yang berbentuk padatan
yang berwarna putih kecoklatan. Sifat fisika lainnya seperti kelarutan,
viscositas, dan kemampuan membentuk gel tergantung dari karakteristik kimia
pektin itu sendiri seperti kadar metoksil, derajat esterifikasi dan berat
moleku dalam SNI disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga
halus yang berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa seperti
lendir (Glicksman, 1969)
Pektin kering yang telah dimurnikan berupa
kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan
kandungan metoksilnya. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam
air dingin sedangkan pektin bermetoksil rendah larut dalam alkali dan asam
oksalat. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh jumlah gugus metoksil, distribusinya,
dan bobot molekulnya. Secara umum, kelarutan akan meningkat dengan menurunnya
bobot molekul dan meningkatnya gugus metil ester. Namun pH, suhu, jenis pektin,
garam, dan adanya zat organik seperti gula juga mempengaruhi kelarutan pektin
(Towle dan Christensen 1973)
Sifat-sifat fisis seperti kelarutan, viskositas,
dan kemampuan membentuk gel bergantung pada ciri kimia pektin seperti derajat
esterifikasi, bobot molekul, ditambah dengan senyawa kimia yang merupakan bagian
dari molekul pektin Viskositas larutan pektin mempunyai kisaran cukup lebar
bergantung pada konsentrasi pektin, pH, garam, ukuran rantai asam
poligalakturonat, derajat esterifikasi, dan bobot molekul. Bila suhu meningkat,
viskositas larutan pektin menjadi berkurang. Pektin bersifat asam dan koloidnya
bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang
tidak ternetralkan akan memberikan pH 2,7-3,0. Larutan pektin stabil pada pH
2,0-4,0. Pada pH lebih dari 4,0 atau kurang dari 2,0, viskositas dan kekuatan
gelnya akan berkurang karena terjadi depolimerisasi rantai pektin. Pektin dapat
mengalami saponifikasi dan degradasi melalui reaksi β-eliminasi pada kondisi
basa (Nelso, 1977).
Degradasi dan dekomposisi pektin juga dapat
disebabkan oleh adanya oksidator seperti asam periodat, klorin dioksida,
bromin, permanganat, asam peroksida, dikromat, dan asam askorbat. Kecepatan
degradasi bergantung pada suhu, pH, dan konsentrasi oksidator. Larutan pektin
lebih cepat mengalami degradasi dibanding tepung pektin (Rouse 1977).
Sifat penting pektin adalah kemampuannya
membentuk gel. Pektin metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu
dengan konsentrasi gula 58- 75% dan pH 2,8-3,5. Pembentukan gel terjadi melalui
ikatan hidrogen di antara gugus karboksil bebas dan di antara gugus hidroksil. Pektin
bermetoksil rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk
gel dengan adanya ion-ion kalsium Mekanismenya adalah adanya hubungan yang
terjadi antara molekul pektin yang berdekatan dengan kation divalen membentuk
struktur tiga dimensi melalui pembentukan garam dengan gugus karboksil pektin (Caplin,
2004).
Daftar
Pustaka
Anonim, 2011c. Pepaya. http://id.wikipedia.org/wiki/Pepaya. Diakses pada 15 November 2014, Makassar.
Superkunan, john. 2010. Kandungan
Gizi Pepaya.Yogjakarta: Angkasa
Rouse. 1997. Pectin in the fruits and extraction of pectin in the fruit.New York Publish: Newyork
Caplin. 2004. Pectin extraction of papaya. Harper
trophy : New York
Lisdiana. 1997. Ekstraksi Pektin pada buah kakao (
Theobrama Cacao) : Skripsi. Universitas Gadjah Mada
Muhidin, D, 1995. Mengenal
Jelly secara Pembuatannya. Litbang Hortikultura, Pasar Minggu, Jakarta
Arie. Muhammad. 2011. Ekstraksi
Pektin pada buah kakao. Surabaya: Ardana Media
Glicksman, R. 1969. Physical and chemical properties of pectin. California: Research
Media
Towle dan Christensen, 1973. Chemical
Properties of pectin. California: Research Media
Nelso, Robertus. 1997.
Pectin and starch. New York: Newyork
Publish
Tidak ada komentar:
Posting Komentar